loading...
Di ruang kecil sumpek dengan perabot seadanya sebagai tempat tinggal bersama keluarga, para PSK rumahan melayani tamunya tanpa canggung atau malu-malu. Keluarga pun tak keberatan.
Setelah harga disepakati, sang wanita mengajak ke kamar pribadi. Saat melayani tamu, anaknya terpaksa diungsikan keluar rumah. Di rumah itulah, PSK rumahan biasa memuaskan nafsu para hidung belang. Ruang yang kecil sumpek dengan perabot seadanya. Meski tinggal bersama keluarga, mereka melayani tamunya seperti biasa, tanpa canggung atau malu-malu.
Masuk melalui jalur Cikampek, Karawang menuju Cirebon, aroma jalanan Pantura mulai terasa. Iring-iringan kendaraan besar yang penuh muatan memenuhi jalan yang berdebu. Kecepatan kendaraan sedikit tertahan karena antrian yang cukup panjang. Terlihat wajah-wajah pengendara dengan beragam ekspresi. Ada yang terlihat lelah dan pucat pasi, ada juga yang terlihat tak sabar dan memaki kemacetan yang selalu datang di jalanan ini.
Pemandangan mulai terasa beda saat memasuki kawasan Patok Beusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di sini jalanan terasa hingar bingar dengan aroma syahwat yang terasa memikat. Ratusan rumah disulap menjadi tempat “karaoke”. Kanan dan kiri jalan seolah tak ada ruang untuk rumah-rumah lainnya.
Dengan sorotan lampu yang terang, hingar bingar musik dangdut melenakan para pengendara, di halaman yang menghadap langsung ke jalan. Para wanita dengan dandanan seronok dan bergincu tebal, asyik melambaikan tangan dengan gerak tubuhnya yang liar. “Mari mampir mas, tempatnya asyik nih.,” celoteh salah satu dari mereka.
Sungguh pemandangan yang amat memprihatinkan. Di sepanjang Patok Beusi, Kabupaten Subang, bisa jadi kehidupan malam seperti ini sudah menjadi hal biasa. Para perempuan muda dengan beragam latar belakang kehidupan dan motifnya secara sadar “melacurkan diri” dalam prostitusi rumahan yang berkedok tempat karaoke
Beragam alasan mereka sampaikan ketika ditanya, mengapa harus menjajakan cinta di pinggir jalan pantura? Kesulitan ekonomi menjadi satu jawaban yang klasik untuk menjadi pembenaran atas perilaku mereka. Namun, rasanya ada yang lebih mendasar selain jawaban itu, karena faktanya kehidupan malam di sana sudah menjadi bagian dari budaya dan keseharian penduduknya.
Seorang aparat di sana mengatakan, prostitusi di Patok Beusi teramat sulit untuk diberantas karena di dukung oleh masyarakat sekitar. Mereka akan kompak melawan, apabila ada gangguan yang berasal dari luar. “Bagaimana mau di basmi, toh semua masyarakat telah menjadikan situasi ini sebagai mata pencaharian,” jelasnya.
Meski sebagian masyarakat di sana mengaku gerah dengan keadaan yang ada, tetapi nampaknya bukan perkara yang mudah untuk dihentikan, terlalu kompleks masalah yang mengiringinya tidak sekedar kemiskinan, tetapi juga telah berhubungan dengan budaya masyarakat di sana.
Aparat itu hanya mengingatkan agar jangan tergoda dengan rayuan dan suasana yang ada di sana. “Tarif di sana sangat gila, jangankan harga bokingnya, harga minumannya saja bisa membuat kita bangkrut,” terangnya.
Geliat bisnis lendir di Subang semakin menjanjikan, terbukti dengan semakin menjamurnya bisnis birahi ini terutama di wilayah pantura Subang. Bisnis malam ini ternyata sangat menjanjikan khususnya bagi para PSK yang sejak magrib sudah berjejer di depan rumah-rumah karaoke di kawasan Patokbeusi, seperti barang dangan yang sedang diobral kepada para lelaki hidung belang yang melewati jalur pantura Subang. Mereka, para PSK, sudah siap untuk merentalkan diri dan tubuhnya untuk memuaskan lelaki kesepian
Ya, prostitusi adalah bisnis yang tak pernah lekang oleh jaman. Meski banyak ditentang, ternyata selalu bisa bertahan. Mulai dari tempat yang telah dilokalisir menjadi pusat bisnis esek-esek hingga penjualan wanita yang menggunakan teknologi informasi, seperti situs-situs transaksi prostitusi online dan situs jejaring sosial.
Jasa pemuas nafsu mudah ditemukan. Asal ada uang, urusan gampang. Contohnya, di sepanjang jalur pantura yang berjejer berbagai jenis rumah makan dan cafe di pinggir jalan, yang dimulai dari gerbang keluar tol Cikampek.
Ketika malam tiba, puluhan warung makan dan cafe itu gemerlap dengan cahaya dan ramai dikunjungi manusia. Di teras-teras dan beranda berkumpul wanita cantik, nakal, dan menggoda. Mereka memikat pengguna jalan sambil mengajak melepas lelah di kafe-kafe itu.
Setelah harga disepakati, sang wanita mengajak ke kamar pribadi. Saat melayani tamu, anaknya terpaksa diungsikan keluar rumah. Di rumah itulah, PSK rumahan biasa memuaskan nafsu para hidung belang. Ruang yang kecil sumpek dengan perabot seadanya. Meski tinggal bersama keluarga, mereka melayani tamunya seperti biasa, tanpa canggung atau malu-malu.
Masuk melalui jalur Cikampek, Karawang menuju Cirebon, aroma jalanan Pantura mulai terasa. Iring-iringan kendaraan besar yang penuh muatan memenuhi jalan yang berdebu. Kecepatan kendaraan sedikit tertahan karena antrian yang cukup panjang. Terlihat wajah-wajah pengendara dengan beragam ekspresi. Ada yang terlihat lelah dan pucat pasi, ada juga yang terlihat tak sabar dan memaki kemacetan yang selalu datang di jalanan ini.
Pemandangan mulai terasa beda saat memasuki kawasan Patok Beusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di sini jalanan terasa hingar bingar dengan aroma syahwat yang terasa memikat. Ratusan rumah disulap menjadi tempat “karaoke”. Kanan dan kiri jalan seolah tak ada ruang untuk rumah-rumah lainnya.
Dengan sorotan lampu yang terang, hingar bingar musik dangdut melenakan para pengendara, di halaman yang menghadap langsung ke jalan. Para wanita dengan dandanan seronok dan bergincu tebal, asyik melambaikan tangan dengan gerak tubuhnya yang liar. “Mari mampir mas, tempatnya asyik nih.,” celoteh salah satu dari mereka.
Sungguh pemandangan yang amat memprihatinkan. Di sepanjang Patok Beusi, Kabupaten Subang, bisa jadi kehidupan malam seperti ini sudah menjadi hal biasa. Para perempuan muda dengan beragam latar belakang kehidupan dan motifnya secara sadar “melacurkan diri” dalam prostitusi rumahan yang berkedok tempat karaoke
Beragam alasan mereka sampaikan ketika ditanya, mengapa harus menjajakan cinta di pinggir jalan pantura? Kesulitan ekonomi menjadi satu jawaban yang klasik untuk menjadi pembenaran atas perilaku mereka. Namun, rasanya ada yang lebih mendasar selain jawaban itu, karena faktanya kehidupan malam di sana sudah menjadi bagian dari budaya dan keseharian penduduknya.
Seorang aparat di sana mengatakan, prostitusi di Patok Beusi teramat sulit untuk diberantas karena di dukung oleh masyarakat sekitar. Mereka akan kompak melawan, apabila ada gangguan yang berasal dari luar. “Bagaimana mau di basmi, toh semua masyarakat telah menjadikan situasi ini sebagai mata pencaharian,” jelasnya.
Meski sebagian masyarakat di sana mengaku gerah dengan keadaan yang ada, tetapi nampaknya bukan perkara yang mudah untuk dihentikan, terlalu kompleks masalah yang mengiringinya tidak sekedar kemiskinan, tetapi juga telah berhubungan dengan budaya masyarakat di sana.
Aparat itu hanya mengingatkan agar jangan tergoda dengan rayuan dan suasana yang ada di sana. “Tarif di sana sangat gila, jangankan harga bokingnya, harga minumannya saja bisa membuat kita bangkrut,” terangnya.
Geliat bisnis lendir di Subang semakin menjanjikan, terbukti dengan semakin menjamurnya bisnis birahi ini terutama di wilayah pantura Subang. Bisnis malam ini ternyata sangat menjanjikan khususnya bagi para PSK yang sejak magrib sudah berjejer di depan rumah-rumah karaoke di kawasan Patokbeusi, seperti barang dangan yang sedang diobral kepada para lelaki hidung belang yang melewati jalur pantura Subang. Mereka, para PSK, sudah siap untuk merentalkan diri dan tubuhnya untuk memuaskan lelaki kesepian
Ya, prostitusi adalah bisnis yang tak pernah lekang oleh jaman. Meski banyak ditentang, ternyata selalu bisa bertahan. Mulai dari tempat yang telah dilokalisir menjadi pusat bisnis esek-esek hingga penjualan wanita yang menggunakan teknologi informasi, seperti situs-situs transaksi prostitusi online dan situs jejaring sosial.
Jasa pemuas nafsu mudah ditemukan. Asal ada uang, urusan gampang. Contohnya, di sepanjang jalur pantura yang berjejer berbagai jenis rumah makan dan cafe di pinggir jalan, yang dimulai dari gerbang keluar tol Cikampek.
Ketika malam tiba, puluhan warung makan dan cafe itu gemerlap dengan cahaya dan ramai dikunjungi manusia. Di teras-teras dan beranda berkumpul wanita cantik, nakal, dan menggoda. Mereka memikat pengguna jalan sambil mengajak melepas lelah di kafe-kafe itu.
loading...
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »